Minggu, 24 Februari 2013

KEIMANAN ABU THALIB?

Sayyid Ahmad bin Zaini dahlan salah seorang yang sangat mencintai Sayyidina Muhammad shalallahu alaihi wasallam, beliau mengarang kitab yang berjudul ,“Asna Al- Mathalib Fi Najah Abi Thalib”.

Banyak kaum muslimin yang mempersoalkan, apakah Abu Thalib mukmin ataukah kafir. Bahkan sampai kinipun pertanyaan itu masih tetap saja menggantung,tidak ada jawaban yang bisa di pegang. Atau bahkan barangkali mendapat informasi yang kurang tepat sehingga menyimpulkan Abu Tahlib Kafir..Naudzubillah

Abu Tahlib adalah paman sekaligus pelindung rasulullah saw, sejak beliau berusia 6 tahun sudah di pelihara dan dilindunginya.

Dengan gigih sang paman melindungi putra Abdullah, kakak kandungnya, itu dari ancaman kaum kafir quraisy yang ingin membunuhnya.

Demi menjaga keponakannya itu, Abu Tahlib memerintahkan kedua anak kandungnya , yaitu Ja`far dan Ali untuk melindungi Rasulullah saw.

Abu Thalib pulalah orang yang mengucapkan sumpah yang sangat terkenal dalam sejarah islam, ketika para pembesar Quraisy minta agar ia menyerahkan Muhammad keponakannya itu.

“Andai kalian letakkan Matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, niscaya aku tetap tidak akan menyerahkan Muhammad”.

Bibit keimanan Abu Thalib kepada Rasulullah saw telah tampak sejak ia melihat tanda-tanda kenabian pada keponakannya itu.

Suatu hari, ia melihat Abdul Muthallib kakeknya Rasulullah saw menggendong cucunya yang masih kecil itu di pundaknya sambil memohon hujan kepada Allah SWT di puncak bukit Abu Qubais,…Subhanallah ketika itu juga turun hujan.

Abu Thalib juga pernah membuktikannya ia menggendong Rasulullah saw yang ketika itu masih kecil di pundaknya berdiri di dinding Ka`bah, ia memohon hujan kepada Allah Ta`la, tiba-tiba gumpalan awan berkumpul lalu menyirami lembah-lembah di Makkah dengan curahan hujan yang lebat, sehingga permukaan tanah menjadi gembur dan subur.

Di saat remaja Abu Tahlib pernah mengajaknya berdagang ke syam. Ditengah jalan bertemu dengan seorang pendeta yang bernama Buhairah yang melihat tanda-tanda kenabian pada diri Rasulullah saw. Ia menyarankan agar cepat-cepat memebawanya pulang ke Makkah, khawatir terhadap ancaman kaum Yahudi, Abu Thalib pun mengikuti saran tersebut.

Abu Thalib dan keluarganya jika mereka makan bersama tidak kenyang, namun bila Rasululllah saw ikut makan mereka merasa kenyang.

Setiap minum susu, merasa nikmat jika di minum terlebih dahulu oleh Rasulullah saw.

“Engkau wahai Muhammad benar-benar telah di berkahi, “Ucap Abu Thalib”.

Keimanan Abu Thalib tidak pernah di perlihatkannya, tujuannya agar dapat menjaga dan melindungi terus Rasulullah saw dari gangguan kaum kafir Quraisy.

Abu Thalib melakukan politik kamuflase di hadapan kaum kafir quraisy, agar mereka tidak mengganggu keponakannya. Abu Tahlib juga telah mengucapkan kalimat tauhid, hakikat kerasulan dan pembenaran terhadap kenabian rasulullah saw dalam syair-syairnya.

Ketika Rasulullah saw minta agar pamannya itu mengucapkan dua kalimat syahadat hal itu semata-mata untuk menyempurnakan keimanannya.

diriwayatkan dalam shahih Bukhari bahwa ia tak mau mengucap syahadat saat wafatnya, namun ada juga hadits riwayat shahih Bukhari bahwa Rasul saw ditanya : "Apakah tdk bermanfaat perjuangan Abu Thalib membantumu dalam berdakwah karena ia wafat menolak syahadat..?, maka Rasul saw menjawab : "Sungguh bermanfaat, ia kini berada di pantai neraka, jika Bukan karena aku, niscaya ia dijurang neraka yg terdalam" (Shahih Bukhari).

sebagian ulama, diantaranya Al-hafidh Al- Imam Assuyuthiy menjelaskan makna hadits ini mustahil Rasul saw mensyafaati/menolong orang kafir, jika ABu Thalib wafat dalam kekufuran maka tak mungkin Rasul saw menyelamatkannya dari dasar neraka ke pantai neraka, maka sebagian ulama berkesimpulan bahwa Abu Thalib beriman dengan hatinya, dan tak mau mengucapnya karena takut Rasul saw akan semakin ditekan oleh orang Quraisy, maka ia wafat sebagai muslim, namun ia berdosa besar karena menolak perintah Rasul saw utk bersyahadat dengan lisannya.

“Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad nuuri-kas saari wa madaadikal jaari wajma’nii bihi fi kulli athwaari wa ‘ala alihi wa shahbihi yannuur”

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad, sang cahaya-Mu yang selalu bersinar dan pemberian-Mu yang tak kunjung putus, dan kumpulkanlah aku dengan Rasulullah di setiap zaman, serta shalawat untuk keluarganya dan sahabatnya, wahai Sang Cahaya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar